VIVAnews - Sekali lagi, Nusantara menunjukkan kekayaan hayatinya. Tim ilmuwan dari Kanada menemukan hewan unik di Pulau Sulawesi: katak bertaring.
Ben Evans, ahli zoologi dari McMaster University, Hamilton, Ontario -- bersama dengan koleganya dari Indonesia dan Amerika -- menemukan 13 spesies katak bertaring di Sulawesi. Temuan ini lebih banyak dari yang pernah ditemukan di Filipina sebelumnya.
Di antaranya adalah spesies yang belum pernah dideskripsikan oleh sains. Penemuan ini dilaporkan dalam jurnal The American Naturalist, edisi Agustus.
Katak bertaring masuk dalam genus Limnonectes -- penamaan ditujukan pada dua tonjolan tulang rahang di rahang bawah mereka. Meski mirip taring, sejatinya tonjolan itu bukanlah gigi. Sebab, mereka tidak memiliki akar dan karakteristik gigi.
Evan mengatakan, para ilmuwan hingga saat ini tidak yakin untuk apa taring tersebut digunakan. Namun, diduga kuat itu digunakan sebagai senjata antar pejantan untuk memperebutkan wilayah. Mungkin juga digunakan menangkap mangsa seperti ikan, katak lain, berudu atau serangga. Atau, mempertahankan diri dari predator. "Tapi kami belum pernah melihat mereka menggigit siapapun," kata Evans.
Katak bertaring di Sulawesi menunjukkan variasi adaptasi katak di pulau yang terdiri dari banyak pegunungan, dengan lingkungan dan iklim mikro yang beragam -- dari terbasah hingga paling kering di Indonesia. Juga lingkungan vegetasi bervariasi yang harus diadaptasi.
Beberapa spesies katak bertubuh sangat besar dengan kaki berselaput, menyesuaikan dengan tempat hidup mereka, sungai beraliran deras. Lainnya, bertubuh kecil dengan semacam anyaman di kaki mereka, menyesuaikan dengan tempat hidup mereka di darat.
Beberapa katak membiakkan telur mereka secara internal -- bertelur jauh dari tepi air dan mengawasi mereka sampai berudu berkembang seperti kapsul jeli.
"Penemuan ini adalah contoh mengejutkan tentang bagaimana spesies mungkin akhirnya menggunakan taktik serupa untuk bertahan hidup dan diversifikasi jika ada kesempatan," kata Evans.
Para peneliti menghabiskan waktu bertahun-tahun, menyusuri sungai di hutan Sulawesi di malam hari. Mereka menghadapi risiko bertemu dengan ular berbisa dan ular kobra -- demi bisa menangkap katak unik ini dengan tangan.
Secara keseluruhan, mereka menangkap 683 katak yang kemudian dianalisis. Mereka juga memetakan distribusi katak, sekaligus membandingkan katak-katak tersebut dengan lingkungan mereka.
Evans mengatakan, para peneliti mencoba mendapatkan sampel katak di hutan yang belum tersentuh penebangan yang makin intensif di Pulau itu. Ada banyak hutan tempat kami mengambil sampel yang kemudian hilang ketika kami mengunjunginya beberapa tahun kemudian."
Hingga saat ini belum ada spesies yang ditemukan yang punah. Namun, ia yakin, penyebaran katak telah jauh berkurang. (sumber: CBC News, umi)
• VIVAnews
Posting Komentar