Jika bos Anda wanita, jangan pernah berharap karir Anda akan melejit. Menurut sebuah studi yang pernah dilakukan, bos wanita bagai sang ratu lebah, menyengatmu, tanpa rasa belas kasih. Saat wawancara kerja, Anda dan dia, sang bos wanita bertemu untuk pertama kalinya. Tak disangka, Anda diterima, bekerjasama dengannya. Bahkan Anda siap untuk memberikan yang terbaik di hari pertama Anda bekerja. Namun, seiring berjalannya waktu, kenyamanan bekerja itu sudah tak lagi Anda dapatkan.
Selama beberapa bulan berikutnya, Anda mulai menyadari, sang ratu lebah, bos Anda tersebut ternyata kerap menjegal dan meremehkan potensi Anda. Para peneliti di Universitas Leiden di Belanda pun mencoba menjawab fenomena ini. Penelitian dilakukan terhadap wanita yang memiliki posisi tinggi di dalam perusahaan. Hal ini untuk mengetahui sejauh mana peran gender terkait hubungan mereka dengan bawahannya.
Konflik itu begitu kentara manakala pekerja wanita yang berada di tingkat manajerial teratas menemukan diri mereka dalam lingkungan yang didominasi pria, terutama jika dalam lingkungan kerja tersebut, sikap seksis terhadap wanita begitu kuat. Inilah yang lalu menciptakan budaya kerja, bersikap bertahan ditengah deraan bahwa pria lebih kuat daripada wanita. Sehingga kebanyakan para pekerja wanita di level manajerial tersebut lantas mengadopsi sifat laki-laki, termasuk sikap seksis, mencoba apatis atau tidak peduli dengan bawahannya, rekan kerja sesama wanita.
Keinginan menyelaraskan diri dengan laki-laki seperti halnya bicara emansipasi dan kesetaraan gender, para pekerja wanita lalu tumbuh menjadi sosok yang maju dalam budaya seksis. Namun, ditengah deraan pengaruh gender terhadap kekuasaan di tempat kerja yang begitu kentara tersebut, ujung-ujungnya mereka malah bersikap kritis terhadap sesama pekerja wanita yang berada dalam level rendah.
Namun, disisi lain, seorang manajer perempuan yang tidak menjadi korban mentalitas seperti kasus di atas lebih memungkinkan bersikap melindungi terhadap sesama pekerja perempuan. "Mereka yang menunjukkan identitas sebagai wanita kuat namun menolak menggambarkan kepemimpinan mereka dalam hal maskulinitas sangat jarang melemahkan wanita di sekitar mereka," seperti dilansir dari Walletpop Inggris.
Ya, tentu saja tak semua manajer perempuan memiliki sikap mendominasi, karena sikap tersebut sangat bergantung pada budaya kerja yang tumbuh di lingkungan kerja mereka masing-masing. Namun, pada kasus yang lain, ada juga beberapa manajer perempuan yang memilih bersikap arogan dan mendominasi, dengan alasan ingin tetap mempertahankan gelar mereka sebagai si ratu lebah yang menyengat.
Sumber : suaramerdeka.com
Posting Komentar