0
Tiwi duduk di tugu depan kelasnya, matanya tertuju pada seseorang yang sedang bermain footsal di lapangan. Pandangannya benar-benar tak berubah, seakan tak ingin sedikit pun penglihatannya luput dari cowok yang ia kagumi itu. Waktu itu suasana di sekolah sangat ramai dengan gemuruh penonton yang berteriak mendukung pemain idolanya. Seketika Luna, teman Tiwi menghampirinya. ‘’Tiwi, serius banget nglihatinnya?”. Tiwi tak menjawab apa-apa, ia terlalu berkonsentrasi melihat pertandingan footsal sampai ia tak menghiraukan orang-orang di sekelilingnya. Nia yang dari tadi duduk di samping Tiwi pun sama sekali tak mengajaknya ngobrol karena percuma saja, Tiwi tidak akan menanggapinya. “Lun, jangan ganggu si Tiwi dia lagi asyik nglihatin cowok yang dia taksir tuh lagi main footsal”, ujar Nia. “Cowok yang Tiwi taksir? Siapa sih?”, tanya Luna pada temannya Nia. “Ya ampun Luna, kamu temennya Tiwi bukan sih? Kok bisa gak tau kalau dia tuh naksir sama Mas Bimo?”. Ternyata Tiwi mendengar percakapan dua temannya itu. “Husy, jangan kenceng-kenceng ngomongnya! Ntar kakak kelas pada tau”, bisik Tiwi.Cerpen Cinta - Gara gara CintaSorak-sorai penonton terdengar keras setelah Bimo memasukan bola ke gawang lawan, tendangannya benar-benar menakjubkan dan membuat cewek-cewek berteriak girang. Terdengar jeritan dari salah satu penonton “Bimo! I love you!”. Jeritan itu terdengar sampai ke telinga Tiwi. “Ih, siapa tuh yang teriak kayak gitu?”, tanya Tiwi dengan nada sebel. “Tenang dulu Wi, itu kan cuma teriakan dari pendukungnya Mas Bimo aja”, jawab Nia. “Itu Mba Icha Wi, denger-denger sih dia mantan pacarnya Mas Bimo”, kata Luna menambahi. “Oh, ganjen banget! Udah jadi mantan juga, masih ngarep”, ujar Tiwi sinis. Waktu pertandingan sebentar lagi usai, dan timnya Bimo yang mengungguli dengan skor 3-0. Dari awal pertandingan Bimo lah yang menjadi pusat perhatian karena hanya Bimo yang dapat memasukan bola ke gawang lawan. Memang kemahiran Bimo dalam bermain footsal tidak diragukan lagi, lebih-lebih saat dia mencoba menendang bola ke gawang lawan sudah dapat dipastikan akan masuk. Betapa tidak, dia adalah pemain footsal andalan di sekolahnya dan dia sudah sering sekali mewakili sekolahnya dalam perlombaan olah raga footsal tingkat provinsi dan selalu menjuarainya.
Ppprrriiittt! Suara peluit terdengar dari wasit yang menandai bahwa pertandingan telah usai. “Yee yee yee...! Mas Bimo menang! Mas Bimo menang!”, teriak Tiwi sambil lompat-lompat kegirangan. “Tiwi, udah ah jangan lompat-lompat gitu kaya orang gila aja”, perintah Luna. “Mendingan kamu samperin dah Mas Bimo, kasih minum kek apa kek. Ya caper gitu”, ucap Nia. “Eh, jangan dulu jangan!”, bantah Luna. Dari pertama mendengar kalau Tiwi menyukai Mas Bimo, Luna kelihatan tak menyutujui ataupun mendukung Tiwi dekat dengan Mas Bimo. Entah apa yang membuat Luna seperti itu. “Emang kenapa sih Lun? Kok kayaknya kamu gak seneng banget aku ngefans ama Mas Bimo?”, tanya Tiwi heran. Luna sejenak terdiam dan kelihatannya sedang berfikir untuk menjawab pertanyaan dari Tiwi. “Emh, bukannya gitu Wi, tapi denger-denger sih katanya Mas Bimo itu cowok playboy”. “Hah..?? Yang bener aja Lun? Kata siapa?”, tanya Tiwi terkejud. “Aku pernah diceritain sama kakak sepupu aku kalau Mas Bimo itu suka mainin cewek, kamu harus hati-hati Wi jangan sampai kamu jadi korban selanjutnya”, jawab Luna.

Walaupun mendengar cerita dari Luna yang mengatakan kalau Bimo adalah cowok playboy, namun Tiwi tetap menyukai Bimo dan berusaha mendekatinya. Tiwi sangat berharap kalau Bimo bisa jadi pacarnya. Berbagai cara dilakukannya hanya untuk mendapatkan informasi tentang Bimo, dari mulai alamat rumahnya, tempat tongkrongannya, teman-teman dekatnya, sampai nomor HP nya. Rupanya keinginan Tiwi itu akan segera terwujud. Bimo mengetahui kalau Tiwi menyukainya, ia tau itu dari teman-temannya. Bagaimana mereka tidak mengetahuinya, setiap kali Tiwi bertemu dengan temannya Bimo dia selalu menitipkan salam untuk Bimo. Akhirnya gosip tentang Tiwi yang menyukai Bimo pun menyebar luas di sekolah. Dan ternyata Bimo menanggapinya dengan baik, sepertinya Bimo juga tertarik dengan Tiwi.


Saat itu Tiwi bersama Nia sedang makan di kantin, tiba-tiba saja Mas Bimo datang menghampiri mereka. Seketika itu Tiwi merasa sangat grogi, hatinya berdebar-debar sangat kencang lebih kencang dari biasanya. Wajar karena cowok yang selama ini ia kagumi tiba-tiba duduk di sampingnya dan tak sungkan-sungkan menyapanya. “Hai Tiwi..?”. Tiwi langsung tercengang melihat Bimo yang saat itu menyapanya sambil tersenyum manis sekali. “Ya ampun... ini beneran kenyataan apa mimpi ya? Suaranya indah banget didengar”, ucap Tiwi dalam hati. “Eghem eghem.. Cieee, Tiwi salting nih”, kata Nia meledek Tiwi sambil menyenggol bahunya. Mendengar ucapan dari Nia tadi, Tiwi langsung sadar kalau yang di depannya itu Mas Bimo asli bukan dalam mimpi. “Ehm, hai juga Mas, tumben ke sini?”, tanya Tiwi pada Bimo dengan nada yang masih grogi.”Tumben apanya Dek? Mas sering kok ke kantin sini, mas aja sering lihat Tiwi kok di sini”, jawab Bimo. “Oh iya ya mas, aku lupa. Hehe”, ujar Tiwi malu-malu. “Dek, mas boleh minta nomor HP nya?”, tanya Bimo. “Aku udah punya nomor HP nya Mas Bimo kok, ntar aku SMS deh”. “Tiwi udah punya nomor HP nya mas toh? Dapet dari mana? Kok gak pernah SMS?”. “Iya Mas, dulu pernah minta ke temennya Mas Bimo, aku mau SMS duluan malu. Hehe”. “Ya udah nanti Tiwi SMS mas ya”, ucap Bimo. “Sip Mas”, jawab Tiwi senang.
Semakin lama, Tiwi semakin dekat saja dengan Bimo. Tiwi sangat gembira dengan keadaan itu terlebih Bimo juga menampakkan perhatiannya kapada Tiwi. Setiap kali berangkat sekolah, mereka selalu bersama. Saat pulang sekolah pun, Bimo tak pernah absen untuk mengantarkan Tiwi pulang. Bahkan Bimo selalu menemeni Tiwi kemanapun Tiwi pergi, mereka benar-benar sudah seperti orang pacaran. Sampai suatu ketika terjadi hal yang sangat menakjubkan untuk Tiwi, bayangkan saja di hari ulang tahunnya, Bimo mengungkapkan perasaannya kalau ia menyukai Tiwi dan ingin jadi pacarnya. Saat itu Bimo terlihat sangat romantis, dia berusaha agar Tiwi mau menerimanya menjadi pacar. “Dek, sebenernya mas tuh sayang banget ama adek, apa adek mau jadi ceweknya mas?”. Tanpa pikir panjang Tiwi langsung menerima Bimo. Mengapa tidak, Bimo adalah cowok yang sangat ia sukai dari dulu dan tentunya ia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini. Bisa pacaran dengan Bimo sungguh impian Tiwi sejak lama.
Mendengar berita itu, Luna teman Tiwi sangat marah karena dia tidak pernah setuju sama sekali kalau Tiwi dekat dengan Bimo. Ternyata diam-diam Luna juga menyukai Bimo jauh sebelum dia mengetahui kalau Tiwi menyukai Bimo. Sejak saat itu hubungan antara Tiwi dan Luna menjadi renggang, Luna tak mau lagi berteman dengan Tiwi padahal dulu mereka sering terlihat bersama dengan temannya satu lagi yaitu Nia. Namun sekarang Luna memisahkan diri, yang terlihat bersama hanyalah Tiwi dan Nia. Tiwi dan Nia sangat terkejud melihat tingkah Luna yang mendadak berubah kepada mereka karena mereka sama sekali tidak mengetahui permasalah yang terjadi. Tiwi dan Luna mencoba untuk mencari tahu penyebabnya, mereka meminta penjelasan dari Luna akan tetapi Luna selalu saja bungkam tidak mau menjawab apa-apa. “Lun, sebenarnya kamu lagi kenapa sih? Kok jadi beda banget sekarang sama kita?”, tanya Nia. Namun Luna tidak menjawabnya, dia hanya diam dan tak mau memandang muka temannya itu. “Lun, kalau kamu ada masalah sama aku atau Nia bilang dong. Jangan diem-dieman kayak gini, kita gak enak juga nerimanya”, ujar Tiwi. Setelah mendengar ucapan dari Tiwi itu, Luna langsung menatap Tiwi dengan tatapan yang sinis, sepertinya dia tidak suka dengan perkataan Tiwi. Namun Luna tetap tidak mau menjawab apa-apa dan setelah itu dia langsung pergi begitu saja.

Keesokan harinya Nia datang menemui Luna di rumahnya, waktu itu Nia hanya sendirian tanpa ditemani Tiwi. Namun ternyata Luna sedang tidak ada di rumah, dia hanya menemui Ibu nya. “Mau ketemu sama Luna ya?”, tanya Ibu Luna ramah. “Iya Bu, Luna nya ada di rumah?”. “Masuk dulu saja Ni, Luna nya lagi ibu suruh ke supermarket”. Nia sudah sering main ke rumah Luna sampai ibu nya Luna pun sudah akrab dengannya dan menganggap Nia seperti keluarga sendiri. “Kamu masuk saja ke kamar nya Luna seperti biasa, nanti Luna juga langsung masuk kamarnya”, perintah Ibu Luna. “Ya makasih bu”, jawab Nia tersenyum. Sewaktu Nia di kamar nya Luna, ternyata dia melihat buku catatan Luna di atas meja belajar. Nia memegang buku itu, “Apa aku baca saja ya buku catatan Luna? Kali aja aku bisa dapat petunjuk dari buku ini dan tahu kenapa Luna berubah”, ujar Nia dalm hati. Tanpa pikir panjang lagi Nia pun segera membuka buku itu dan membacanya. 

Nia langsung terkejud saat dia mengetahui bahwa ternyata Luna menyukai Bimo, di buku harian itu tertulis kalau Luna sangat menyukai Bimo. Yupz Bimo pacarnya Tiwi.
“Nia...!!!”, terdengar suara Luna memanggil sahabatnya itu dengan nada tinggi. Agaknya Luna merasa tidak suka kalau buku hariannya dibuka-buka oleh Nia apalagi sampai dibaca. Luna langsung berjalan ke arah Nia yang sedang memegang buku hariannya itu dan langsung merebutnya. “Kamu tuh ya Ni! Gak sopan benget sih pake baca-baca buku harian orang!”, ucap Luna dengan nada yang semakin tinggi. “Lun, jadi ternyata kamu suka ya sama Mas Bimo?”, tanya Nia meragu. “Iya! Aku suka sama Mas Bimo, udah sejak lama aku suka sama dia tapi gara-gara temen kamu yang gak tau diri itu aku jadi kehilangan kesempatan buat deket sama Mas Bimo! Puas kamu!”, bentak Luna. “Tapi Lun, aku sama Tiwi kan gak tau kalau ternyata kamu suka sama Bimo. Jadi gara-gara ini juga sifat kamu berubah drastis sama kita berdua?”, tanya Nia dengan nada pelan. “Ah udah lah! Aku gak mau ngliyat muka kamu lagi lebih-lebih muka temen kamu itu! Sana pulang!”, ujar Luna judes. Nia pun akhirnya pergi dengan perasaan sedih, kecewa, bingung semua jadi satu.

Keesokan harinya di kelas, Nia langsung menceritakan kejadian kemarin kepada Tiwi. Sama halnya dengan Nia, Tiwi juga sangat terkejud saat mengetahui kalau Luna ternyata sudah lama naksir berat sama Mas Bimo. Begitu merasa bersalahnya Tiwi karena dia anggap telah menyakiti hati sahabatnya sendiri. Tak lama kemudian Luna datang dengan muka sinis dia sama sekali tak menyapa kedua sahabatnya itu (mungkin lebih tepatnya ‘mantan sahabat’). Namun, dengan besar hati Tiwi menghampiri Luna dan bermaksud untuk meminta maaf karena dia udah jadian sama Mas Bimo yang baru dia ketahui kalau cowok itu ternyata cowok yang ditaksir Luna. “Lun, aku udah tau semuanya ternyata kamu suka ya sama Mas Bimo?”, tanya Tiwi lirih. Namun Luna masih saja bungkam tak mau menjawab sepatah katapun dari pertanyaan Tiwi. “Lun, aku minta maaf kalau udah bikin kamu sebel, kalau udah bikin kamu sakit ati. Aku bener-bener gak tau kamu suka sama Mas Bimo. Habisnya kamu juga gak mau ngomong seh kalau kamu suka ma dia”, ujar Tiwi. Seketika itu, Luna langsung menatap muka Tiwi dengan tatapan penuh kebencian. 

Kemudian, Ppllaaaakkk, terdengar suara tamparan yang begitu keras. Tamparan itu datang dari tangan Luna, dan... “Aduh.. Lun, kamu kok nampar aku?” rengek Tiwi sembari memegang pipinya yang kesakitan. “Aku benci sama kamu Wi! Kamu udah rebut Bimo dari aku!”, bentak Luna. Tiwi yang tadinya berniat untuk berbaikan dengan Luna sekarang menjadi berubah haluan untuk membalas tamparan Luna. Tiwi menjambak rambut Luna yang panjang itu dan berkata, “Siapa yang ngrebut Bimo Hah?! Aku udah bilang kalau aku tuh gak tau kamu suka sama dia, jadi gak ada alasan kamu buat bilang kalau aku ngrebut Bimo dari kamu! Toh Bimo juga gak kenal sama sekali sama kamu apalagi suka, mimpi kali kamu!”. Pertengkaranpun terjadi antara Tiwi dan Luna hingga membuat seisi kelas tertuju kapada mereka. “Ya ampun, kalian itu kenapa seh kayak anak kecil banget, pake berantem segala. Udah-udah gak usah berantem lagi”, perintah Nia sembari melerai kedua temannya itu. Namun pertengkaran itu segera berakhir saat bel masuk sekolah berbunyi.
“Wi, kenapa kamu tadi jadi ikutan emosi sih? Katanya kamu mau minta maaf sama Luna?”,tanya Nia pada Tiwi sambil mengisap minumannya. Saat itu mereka sedang nongkrong di kantin sehabis jam pelajaran selesai. “Gimana aku gak emosi Ni? Aku udah datengin dia dan ngomong baek-baek ama dia, tapi dianya malah balesnya kek gitu, sakit tau ditampar sama dia”. “Kamu ditampar sama siapa sayang?”, tiba-tiba terdengar suara cowok dari belakang tempat Tiwi duduk. “Mas Bimo, dari kapan mas di situ?”, tanya Tiwi pada pacar barunya itu. Kemudian Bimo segera mengambil tempat duduk dan duduk di samping Tiwi. “Baru aja mas kesini, ternyata ada kamu. Tadi mas denger katanya kamu sakit karena ditampar? Emang habis ditampar sama siapa sih? Siapa orangnya yang berani tampar kamu Dek?”, tanya Bimo sambil mengelus pipi Tiwi yang terlihat merah karena habis ditampar itu. “Tiwi habis berantem sama Luna Mas”, jawab Nia tanpa diminta. “Beneran Dek kamu berantem sama Luna? Bukannya Luna itu temen kalian berdua ya?”, tanya Bimo kembali. “Dia suka sama kamu Mas, trus dia gak trima kalau Adek jadian sama Mas Bimo”, ucap Tiwi sembari menghela nafas panjangnya. “Trus gara-gara itu kalian jadi berantem gitu? Pukul-pukulan gitu? Kayak anak kecil aja”, ujar Bimo. “Tapi mas, dia dulu yang nampar Adek. Tadinya Adek mau minta maaf sama dia tapi dianya malah kasarin Adek.”, jawab Tiwi membela diri. “Bener Ni, Luna dulu yang nampar Tiwi?”, tanya Bimo pada Nia. “Iya Mas, Luna tadi emang keterlaluan banget sama Tiwi”, jelas Nia. “Ya udah lah, lupain aja kejadian tadi. Jangan dipikirin terus ntar malah tambah sakit lagi pipinya”, Bimo menasehati Tiwi.
Keesokan harinya Tiwi merasa tak enak badan dan ia pun memutuskan untuk tidak berangkat sekolah dulu barang sehari. Dia juga sudah bilang dengan Nia untuk membuatkannya surat izin tidak berangkat sekolah. Dan apakah yang terjadi di sekolah?. Hari itu Luna sengaja berdandan lebih dari biasanya, entah apa yang membuatnya seperti itu. Ternyata pukul 15.00 tepat 1 jam setelah jam pelajaran di sekolah usai, ada Larut (Latihan Rutin) buat anak-anak extrakurikuler Footsal. Seperti biasa Bimo tak pernah absen untuk mengikuti larut. Ya, sudah bisa ditebak pasti Luna ingin menonton anak-anak footsal itu latihan. Luna tak merasa jenuh sama sekali melihati Bimo yang dengan gagahnya berlatih footsal bak pemain sepak bola dunia. Setelah para anak footsal usai larut, dengan PD nya (Percaya Diri) Luna menghampiri Bimo yang saat itu sedang duduk sambil melepas lelah. “Permisi”, sapa Luna ramah dengan senyuman sedikit lebar. “Ada apa ya?”, Bimo bertanya pada Luna sembari meliriknya. Kemudian tanpa diperintah Luna langsung saja duduk disamping Bimo yang saat itu memang sedang duduk agak jauh dari pemain yang lainnya. “Pasti capek yah habis latihan footsal? Nih, pake aja”, ujar Luna sambil mengulurkan tangannya yang memegang handuk kecil dan mengarahkanya ke Bimo. “Iya, thanks yah”, balas Bimo dengan menerima handuk kecil itu dan kemudian menggunakannya untuk mengelap keringat yang membasahi wajah serta lehernya. Kemudian Luna mengeluarkan sesuatu dari dalam tas nya. “Oh iya, pasti kamu haus kan? Ini buat kamu diminum ya!”. Ternyata sebotol air mineral Luna berikan kepada Bimo yang memang terlihat sedang haus. Bimo pun tersenyum manis sembari berkata, “Wah, kebetulan banget aku emang lagi haus nih, sekali lagi makasih yah”. “Ok. Emh, ngomong-ngomong kok pacar kamu gak berangkat sih hari ini?”, tanya Luna. “Tiwi? Katanya dia lagi gak enak badan jadi gak bisa berangkat dulu”, jawab Bimo. “Oh ya udah deh, aku cabut dulu ya”, katanya sambil lalu. Ketika bersama Luna, herannya Bimo sama sekali tidak menaruh perasaan marah terhadap Luna. Padahal jelas-jelas dia tahu kalau Luna telah menyakiti Tiwi, pacarnya dan penyebab Tiwi tidak masuk sekolahpun kemungkinan karena jatuh sakit usai bertengkar dengan Luna. Tapi dia malah bersikap biasa saja terhadap Luna, entah karena dia terkagum oleh kebaikan dan perhatian Luna atau karena dia emang sama sekali gak peduli dengan perasaan Tiwi.
Seusai latihan, Bimo beranjak pulang dan sesampainya di rumah dia bergegas untuk mandi karena malam itu dia berniat untuk menjenguk Tiwi yang sedang sakit di rumahnya. Tok, tok, tok.. terdengar bunyi ketukan dari depan pintu rumah Tiwi. Tiwi yang saat itu sedang menonton TV segera membukakan pintu dan ketika pintu terbuka, sesosok cowok tampan berdiri di depannya dengan pasang senyum manisnya. “Malam sayang”, begitu sapaan Bimo yang begitu hangat terdengar oleh telinga Tiwi dan terngiang sampai ke ubun-ubunnya. Alangkah terkejud dan bahagianya Tiwi atas kedatangan sang kekasih hatinya itu. “Mas Bimo? Kok gak bilang-bilang mau ke sini?”, tanya tiwi dengan nada manjanya melangkah menuju ruang tamu dengan menggandeng Bimo seolah mengajak Bimo untuk ikut masuk ke dalam rumah. Bimo hanya tersenyum kecil. “Duduk dulu deh Mas, aku ambilin minum dulu ya”, katanya sambil berjalan menuju dapur. Tak lama kemudian Tiwi sudah kembali dengan membawa segelas sirup strawberi untuk Bimo. “Gimana keadaan adek? Udah baekan?”, dengan penuh perhatiannya Bimo menanyai keadaan Tiwi. “Udah donk mas, sekarang mah udah gak pening lagi kepala adek. Apalagi ada Mas Bimo di sini, hhehe”, jawab Tiwi dengan tawa manja. “Sayang, mas pinjem HP mu sebentar donk. Mas mo lihat-lihat foto adek”, pinta Bimo pada pacarnya. Tanpa pikir Tiwi segera mengeluarkan HP nya dan meminjamkannya kepada Bimo. Bimo dengan gesit mengutak-atik HP Tiwi dan apa yang dia lakukan dengan HP Tiwi?. Dia mencari nomor HP nya Luna dan mencatatnya di HP nya sendiri. Namun Tiwi tak mengetahuinya, karena ia tak begitu memperhatikan Bimo saat meminjam HP nya itu.

Hari demi hari terus berjalan, Tiwi dan Luna belum juga baikan pasca pertengkaran mereka tempo waktu yang lalu. Justru kebencian antar keduanya terasa semakin sengit saja. Namun tentang kisah cinta Tiwi dengan Bimo masih berpacu dengan waktu, hubungn keduanya semakin dekat dan mesra saja sebelum Luna menampakan diri sebagai orang ketiga dalam hubungan mereka dan menghancurkannya dengan kejamnya bagaikan penjahat cinta. Di belakang Tiwi, diam-diam Bimo menjalin hubungan dengan Luna. Dengan modal nomor HP Luna yang ia dapatkan dari HP Tiwi, dia melakukan aksinya untuk berselingkuh dengan Luna dan menghiyanati Tiwi. 

Sebenarnya perselingkuhan antar Bimo dan Luna sudah berjalan sejak lama namun baru Tiwi ketahui setelah ia memergoki Bimo sedang berjalan mesra dengan seorang cewek yang ternyata adalah Luna di sebuah Mall. Tiwi yang waktu itu sedang bersama Nia segera menghampiri dua orang tersebut yang berlagak bagaikan dua sejoli. “Apa-apaan ini! Kenapa kalian jalan berdua? Kamu selingkuh sama Luna ya Mas?! Tadi bilangnya kamu gak bisa nganterin aku ke Mall karena lagi gak enak badan tapi ternyata apa? Mas malah enak-enakan jalan sama Luna! Tega banget sih kamu mas bohongin aku!”, hardik Tiwi dengan nada tinggi menandakan kemarahannya. “Trus kenapa? Kamu gak trima? Sekarang kamu udah tau kan semuanya? Kalau kamu minta putus pasti aku turutin sekarang juga”, ujar Bimo dengan santainya seperti tak punyai dosa. Seketika itu Tiwi langsung berlari dan pergi meninggalkan pasangan kurang ajar itu dengan meneteskan air mata yang menandakan kesedihannya yang teramat dalam. “Kalian tuh bener-bener keterlaluan”, ujar Nia sembari berlari mengejar Tiwi. Luna hanya tersenyum senang merasa dirinya menjadi pemenang.
“Aku sakit atu banget Ni, aku tuh baru pertma kali ini ngrasain yang namanya pacaran. Dan aku dah seneng banget bisa pacaran sama Mas Bimo, cowok yang aku suka dan aku juga udah percaya banget ma dia tapi kenapa dia malah ngehiyanatin aku Ni? Kenapa?”, isak Tiwi merengek sambil meneteskan air mata yang sebetulnya tak pantas ia keluarkan hanya untuk menangisi seorang Bimo si cowok playboy itu. “Hhmm. . . mungkin dia emang gak pantes buat kamu Wi. Kamu lebih pantas sama cowok yang baek, yang sayang tulus ma kamu bukan yang sukanya mainin hati cewek kaya si Bimo itu”, kata Nia menghibur Tiwi. “Tapi yang aku gak habis pikir, apa sih yang ada di pikiran dia? Awalnya dia deketin aku sampe dia nembak aku tapi setelah kita udah pacaran dia malah enak-enakan jalan bareng Luna. Apa sih maunya dia? Tega banget dia nyakitin aku, berani-baraninya dia selingkuh di belakangku padahal aku dah percaya banget ma dia, udah sayang banget ma dia. Dasar Bimo sialan!”, oceh Tiwi menggebu-gebu sembari mengusap-usap air matanya seakan tak mau meneteskannya lagi. “Ya udah lah Wi, masih banyak cowok lain yang mau sama kamu dan pastinya yang lebih baik dari Mas Bimo”, ujar Nia mencoba menenangkan Tiwi. “Enggak Ni, sampe kapan pun aku gak bakalan percaya lagi ama cowok. Mereka semua gak ada yang setia! Mereka semua penghianat!”, katanya murka.
Rupanya perkataan Tiwi yang menyatakan kalau dia tak mau percaya lagi dengan cowok bukan hanya sekedar pelampiasan untuk melupakan sakit hatinya saja tapi memang benar ia lakukan. Sejak putus dengan Bimo, Tiwi tak ada niatan untuk mencari cowok pengganti Bimo. Bahkan sempat ada beberapa cowok yang menyatakan cintanya pada Tiwi tapi tak pernah Tiwi trima sama sekali, katanya cowok-cowok itu cuma mo mainin hatinya saja dan gak benar-benar punya perasaan sayang yang tulus terhadap dirinya. Sekarang Tiwi benar-benar sudah menutup hatinya dan tak mau membukanya kembali untuk cowok manapun. Yang ada di otaknya hanyalah belajar untuk mempertahankan prestasinya dan sibuk dengan beberapa kegiatan ekstrakurikulernya yang ia ikuti di sekolah. Jadi hampir tidak ada waktu luang untuk sekedar memikirkan masalah cowok ataupun pacaran. Kalaupun ada waktu luang akan Tiwi habiskan dengan pergi bersama sahabatnya Nia. Baginya sahabat lebih penting dari pacar, jadi buat apa dia punya pacar kalau sudah ada sahabat yang setia menemaninya.Nama: Siera Cleopatra
TTL: 1 Januari 1996
Status: Mahasiswi Universitas Negeri Semarang jurusan Civic Education
FB: Siera Cleopatra/sieraguerracute@rocketmail.com
E-mail: siera.cleopatra@gmail.com

Posting Komentar

 
Top